
Transcription
PENDIDIKAN ISLAM DAN KESETARAAN GENDER(Konsepsi Sosial tentang Keadilan Berpendidikan dalam Keluarga)Evi Fatimatur Rusydiyah(UIN Sunan Ampel Surabaya)Abstrak:Dalam pendidikan gender, orang tua memiliki peran yang sangat pentingdalam mendidik dan mengarahkan anak. Apabila dalam satu keluarga ataumasyarakat terjadi bias gender, maka akan berpengaruh pada pola pikiranak di masa yang akan datang. Penelitian ini bermaksud mendeskripsikantentang pendidikan Islam dan gender, yang selama ini masih dianggap tabuoleh beberapa kalangan. Di sisi lain, kewajiban mendidik anak bagi orang tuaadalah suatu hal yang wajib untuk dilaksanakan karena merekamenganggap bahwa anak adalah tanggung jawab yang diamanahkan olehAllah untuk diberi pendidikan dan pengajaran. Dalam Islam, pendidikanyang utama adalah lingkungan keluarga. Orang tua berkewajibanmemberikan arahan, bimbingan dan teladan bagi anak. Mereka adalah sosokyang akan selalu ditiru dan dijadikan rujukan bagi anak dalam menghadapilingkungan sosial. Keadilan orang tua terhadap anak dalam memberikanpendidikan, menjadi fondasi dasar penerapan kesetaraan gender. Demikianpula dalam bidang pendidikan, setiap anak berhak untuk mendapatkanpendidikan yang sama dalam sebuah keluarga dan lingkungan masyarakat.Maka keadilan dalam memberikan pendidikan kepada anak adalah suatukeharusan.Kata Kunci: Pendidikan, Islam, Kesetaraan, Gender.20
Pendidikan Islam dan Kesetaraan GenderAbstract:In gender education, parents have significant roles in educating anddirecting their children. Gender bias in a family would influence children’sway of thinking in the future. This research paper is aimed to describe therelationship between Islam and gender, in which the gender study itself stilldoesn’t have enough place in public discussion. On the other hand, child’seducation is religiously mandated by Allah. Islam puts family education asthe primary education for children. Parents are obligated to direct, to guide,and to be a role model for their children. Hence, parents are going to bechildren’s reference in dealing with social issues. The parents’ fairness ineducating children is the foundation of gender education. In addition, fromeducational perspective, each child deserves the same quality of educationeither in family or in society. Therefore, the fairness in giving education forchildren is a must.Keywords: Education, Islam, Equality, Gender.A. PendahuluanIsu mengenai perempuan dewasa ini masih menarik ketika kesadaranakan ketidakadilan di antara kedua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) –yang sering disebut ketidakadilan gender - ini semakin tinggi di kalanganmasyarakat kita. Perempuan yang sekarang ini jumlahnya lebih besar dibandinglaki-laki belum banyak mengisi dan menempati sektor-sektor publik yang ikutberpengaruh di dalam menentukan keputusan keputusan dan kebijakankebijakan penting. Kalaupun perempuan memasuki sektor publik, posisinya selaluberada di bawah laki-laki, terutama dalam bidang politik.Kenyataan seperti ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembangseperti Indonesia, tetapi juga terjadi di negara-negara maju seperti Eropa Baratdan Amerika Serikat. Berbagai upaya ditempuh untuk mengangkat derajat danposisi perempuan agar setara dengan laki-laki melalui berbagai institusi, baikyang formal maupun yang nonformal. Di sisi lain, orientasi lebih luas tentanggender - yang selama ini hanya mencakup tentang sex – menjadi misi yangdiperjuangkan dan dikembangkan di dalam masyarakat. Tujuan akhir yang ingindicapai adalah terwujudnya keadilan gender (keadilan sosial) di tengah-tengahJurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 21 - 43
Evi Fatimatur Rusydiyahmasyarakat.1 Di antara strategi yang ditempuh untuk mewujudkan keadilantersebut adalah melibatkan perempuan dalam pembangunan.Gender merupakan konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara lakilaki dan perempuan sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang berasaldari masyarakat (kondisi sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku).Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (socialcontructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.2 Adapun konsepkesetaraan gender – yang selalu mengemuka - adalah konsep analisis yangdigunakan untuk mengidentifikasi peran, relasi, atribut, peringkat, karakteristik,serta perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka menempatkanposisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan sosialmasyarakat yang lebih egaliter.Gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalammelakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuanterutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yangdikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri.3 Gender bukan hanya ditujukan kepadaperempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki. Hanya saja, yang dianggapmengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, makaperempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejarkesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peransosial, terutama di bidang pendidikan. Karena bidang inilah diharapkan dapatmendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalamberbagai segmen kehidupan sosial.Berbicara pendidikan, maka tidak akan terlepas dari konsepsi bahwakeluarga adalah kerangka awal dalam proses pendidikan. Keluarga adalah salahsatu elemen pokok pembangunan entitas-entitas pendidikan, menciptakanproses-proses naturalisasi sosial, membentuk kepribadian-kepribadian, sertamemberi berbagai kebiasaan baik pada anak-anak yang terus bertahanselamanya.4 Dengan kata lain, keluarga merupakan benih awal penyusunanindividu dan struktur kepribadian. Dalam banyak kasus, anak-anak mengikuti1Darren W. Dahl, Jaideep Sengupta and Kathleen D. Vohs, “Sex in Advertising: Gender Differencesand the Role of Relationship Commitment,” Journal of Consumer Research, Vol. 36, No. 2 (August2009), (Oxford: Oxford University Press, 2009), 216.2Ruth Roded, “Jewish and Islamic Religious Feminist Exegesis of the Sacred Books: Adam, Womanand Gender,” Nashim: A Journal of Jewish Women's Studies & Gender Issues, No. 29, Women'sTorah Study (Bloomington: Indiana University Press, 2015), 61.3Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan (Yogyakarta: Rifka Annisa' Women's Crisis Centre& Pustaka Pelajar,1996), 3.4Baqir Syarif Al-Qarasi, Seni Mendidik Islami (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), 46.Jurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 22 - 43
Pendidikan Islam dan Kesetaraan Genderorang tua dalam berbagai kebiasaan dan prilaku. Jadi orang tua sangat diperlukanperan aktifnya dalam mendidik anak-anaknya.Dalam pendidikan berbasis gender, orang tua memiliki peran yang sangatpenting dalam mendidik dan mengarahkan anak-anaknya, karena apabila dalamsatu keluarga tersebut terjadi bias gender maka hal ini akan sangat berpengaruhpada pola pikir anak-anaknya dimasa yang akan datang. Ketidakadilan genderdalam keluarga sering kali termanifestasi dalam berbagai bentuk, diantaranyaadalah marginalisasi (peminggiran) perempuan, subordinasi (penomorduaan)perempuan, stereotipe (pelabelan negatif) terhadap perempuan, kekerasan(violence) terhadap perempuan serta beban kerja lebih banyak dan panjang (dobleburden).5 Dan anak akan sangat peka terhadap reaksi sosial yang ditimbulkan olehkedua orang tuanya tersebut.Bias gender yang ada dalam keluarga ataupun masyarakat secara luasbukan hanya perjuangan yang harus dilakukan oleh kaum perempuan saja, akantetapi hal ini juga akan sangat tergantung pada kekuatan institusi-institusi sosialyang ada di masyarakat, sebab perempuan dalam arti institusi merupakan bagiandari masyarakat. Dengan kata lain, jika perjuangan pembebasan ketertindasanperempuan bukan merupakan agenda perempuan saja, maka diperlukanemansipasi dan peran masyarakat secara luas.Penelitian ini dikembangkan sebagai reaksi ketidakpuasan terhadappenelitian konvensional. Maka beberapa hal berikut menjadi penting untukdiperhatikan, di antaranya: Pertama, penelitian ini berusaha untuk mengungkaptentang peran dan sikap orang tua dalam memberikan pendidikan kepada semuaanaknya dalam keluarga yang cenderung bias gender. Kedua, penelitian iniberguna untuk perempuan. Artinya, penelitian ini dimaksudkan untukmemperbaiki kehidupan perempuan. Ketiga, dalam penelitian ini, peneliti harusmampu menempatkan diri dalam posisi subyek yang diteliti secara kritis. Penelitiharus mampu berempati kepada yang diteliti, tetapi empati yang kritis, sehinggatidak terhanyut bersama orang yang diteliti.Penelitian yang akan dilakukan ini adalah bermaksud mendeskripsikantentang Pendidikan Islam memandang gender. Penelitian ini dimaksudkan untukmemunculkan pengetahuan dan pengalaman orang tua tentang kepekaannyaterhadap hubungan gender yang ada di lingkungan sosial. Dengan demikian akandapat dipahami apakah mereka memiliki kepekaan gender atau tidak. Bila merekamemiliki kepekaan gender, berarti segala pengetahuan dan pengalaman dalamhidupnya akan disertai oleh pengalaman tentang hubungan gender yang adil. Bila5Ahmad Mutholi'in, Bias Gender Dalam Pendidikan (Jakarta: Paramadina, 2001), 33.Jurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 23 - 43
Evi Fatimatur Rusydiyahtidak peka gender, berarti mereka akan menganggap bahwa kelompok tertentu(laki-laki) lebih unggul dibanding kelompok yang lain (perempuan).Dengan menggunakan perspektif Islam, subyektifitas gender dalam secaraumum dapat menjadi subyek sekaligus obyek dalam penelitian akan bisadidapatkan seobyektif mungkin. Pada akhirnya, subyektifitas pendidikan Islamyang diterima secara obyektif ini dapat dipakai sebagai bahan diskusi dan acuanuntuk mewujudkan hubungan sosial, khususnya hubungan gender yang lebihsetara dan adil.B. Gender dalam Perspektif; Kajian Konseptual dan HistorisSebenarnya untuk memahami gender, perlu dibedakan antara gender danseks. Istilah gender berasal dari bahasa Inggris; gen, kemudian ditransfer ke dalambahasa Indonesia menjadi gender. Seks adalah jenis kelamin, sebuah perbedaanantara laki-laki dan perempuan dilihat dari sisi biologis, keduanya tidak dapatdipertukarkan, artinya jenis kelamin itu melekat secara kodrati dan memilikifungsi tersendiri.6 Misalnya bahwa manusia yang berjenis kelamin laki-laki adalahmanusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksisperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi serta rahim, memilikivagina dan memiliki alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekatpada manusia jenis kelamin perempuan maupun laki-laki selamanya. Secarapermanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakanketentuan Tuhan atau kodrat.Sedangkan gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuankarena dikonstruk secara sosial, karena pengaruh kultural, agama dan politik. Sifatini tidak bersifat kodrati melekat pada jenis kelamin tertentu, tetapi sifat itu bisadipertukarkan. Perbedaan sifat gender itu bisa berubah sewaktu-waktu danbersifat kondisional. Misalnya anggapan laki-laki rasional dan perempuanemosional, laki-laki kuat dan perempuan lemah, laki-laki perkasa dan perempuanlemah lembut. Sifat-sifat itu bisa berubah dan tidak melekat secara permanen.7Pada masa tertentu dan tidak sedikit laki-laki lemah lembut, emosional,sedangkan ada perempuan perkasa dan rasional. Misalnya dalam masyarakatmatriarkhal tidak sedikit perempuan yang lebih kuat dengan laki-laki denganketerlibatan mereka dalam peperangan.Dalam menjernihkan perbedaan antara seks dan gender ini, yang menjadimasalah adalah, terjadi kerancuan dan pemutarbalikan makna tentang apa yang67Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999), 7.A. L. Phillips, “Shall We Teach Gender?” The English Journal, Vol. 11, No. 1 National Council ofTeachers of English (January, 1922), 25-26.Jurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 24 - 43
Pendidikan Islam dan Kesetaraan Genderdisebut seks dan gender. Dewasa ini terjadi peneguhan pemahaman yang tidakpada tempatnya di masyarakat, di mana apa yang sesungguhnya gender, karenapada dasarnya konstruksi sosial justru dianggap sebagai kodrat yang berartiketentuan biologis atau ketentuan Tuhan. Justru sebagian besar yang dewasa inisering dianggap atau dinamakan sebagai "kodrat wanita" adalah konstruksi sosialdan kultural atau gender. Misalnya saja sering diungkapkan bahwa mendidik anak,mengelola dan merawat kebersihan dan keindahan rumah tangga atau urusandomestik sering dianggap sebagai "kodrat wanita". Padahal kenyataannya, bahwakaum perempuan memiliki peran gender dalam mendidik anak, merawat danmengelola kebersihan rumah tangga adalah konstruksi kultural dalam suatumasyarakat tertentu. Oleh karena itu, boleh jadi urusan mendidik anak danmerawat kebersihan rumah tangga bisa dilakukan oleh kaum laki-laki. Olehkarena jenis pekerjaan itu bisa dipertukarkan dan tidak bersifat universal, apayang sering disebut "kodrat wanita" atau "takdir Tuhan atas wanita" dalam kasusmendidik anak dan mengatur kebersihan rumah tangga, sesungguhnya adalahgender.Sifat gender yang terkonstruk, tersosialisasi cukup lama ini akanmembentuk watak dan perilaku sesuai dengan yang dikonstruk masyarakat, makaakan menimbulkan peran-peran domestik; sebagai ibu rumah tangga yang hanyamengurusi dapur, sumur dan kasur, dan laki-laki diberi kebebasan untuk masukdi wilayah publik. Dari sinilah muncul ketidakadilan gender, karena diakibatkanpembagian peran yang tidak adil, sehingga muncul diskriminasi, stereotypetertentu pada pihak perempuan.8Justru kondisi yang lebih parah adalah ketika perempuan membentuk visi,pandangan akan dirinya seperti itulah sebenarnya peran dan tugas perempuansesuai dengan konstruk sosial yang harus diterima sepanjang zaman, padahal sifatgender itu bisa ditukarkan sesuai dengan keinginan masing-masing individu, baiklaki-laki maupun perempuan.9 Karena proses sosialisasi dan rekonstruksiberlangsung secara mapan dan lama, akhirnya menjadi sulit dibedakan apakahsifat-sifat gender itu, seperti kaum perempuan lemah lembut dan kaum laki-lakikuat perkasa, dikonstruksi atau dibentuk oleh masyarakat atau kodrat biologisyang ditetapkan oleh Tuhan.Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis lakilaki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu,terbentuknya perbedaan-perbedaan gender disebabkan oleh banyak hal,diantaranya adalah dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi89Faiqoh, Nyai Agen Perubahan di Pesantren (Jakarta:Kucica, 2003), 62.Phillips, “Shall We Teach Gender?”, 27.Jurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 25 - 43
Evi Fatimatur Rusydiyahsecara sosial dan kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara.10 Melaluiproses panjang sosialisasi gender tersebut akhirnya mengkristal menjadi dogmayang dianggap ketentuan Tuhan seolah-olah bersifat biologis yang tak bisa diubahlagi, sehingga perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-lakidan kodrat perempuan.Perbedaan gender (gender differences) ternyata memunculkan perbedaanperan gender (gender roles) yang akhirnya melahirkan ketidakadilan gender(gender inequalities). Identifikasi bahwa laki-laki itu kuat dan rasional telahmenimbulkan kesan bahwa dia lebih cocok untuk bekerja di luar rumah, pantasuntuk memimpin dan lain-lain. Sebaliknya pandangan bahwa perempuan itulemah lembut atau sabar telah memunculkan anggapan bahwa perempuan cocokuntuk tinggal di rumah mengurus anak-anak dan rumah tangga. Inilah sumberyang diduga menjadi penyebab lahirnya ketidakadilan hubungan laki-laki danperempuan.11Sebaliknya, melalui dialektika, konstruksi sosial gender yangtersosialisasikan secara evolusional dan perlahan-lahan mempengaruhi biologismasing-masing jenis kelamin. Misalnya, karena konstruksi sosial gender, kaumkali-laki kemudian terlatih dan tersosialisasi serta termotivasi untuk menjadi ataumenuju ke sifat gender yang ditentukan oleh suatu masyarakat, yakni secara fisiklebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya, kaum perempuan harus lemah lembut,maka sejak bayi proses sosialisasi tersebut tidak saja berpengaruh padaperkembangan emosi dan visi serta ideologi kaum perempuan, tetapi jugamempengaruhi perkembangan fisik dan biologis.12Dalam perspektif budaya, setiap orang dilahirkan dengan kategori budaya:laki-laki atau perempuan. Sejak lahir setiap orang sudah ditentukan peran danatribut gendernya masing-masing. Jika seorang lahir sebagai laki-laki makadiharapkan dan dikondisikan untuk berperan sebagai laki-laki. Sebaliknya, jikaseseorang lahir sebagi perempuan maka diharapkan dan dikondisikan untukberperan sebagai perempuan.13 Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadimasalah apabila tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities).Namun kenyataannya, perbedaan gender telah melahirkan berbagaiketidakadilan, terutama bagi perempuan. Sehingga ada hak-hak bagi orangperempuan yang seharusnya bisa diterima menjadi tidak terpenuhi. Baik hak10Mansour Faqih, “Analisis Gender dan Transformasi Sosial,” 9.Bani Syarif Maula, “Kepemimpinan dalam Keluarga: Perspektif Fiqh dan Analisis Gender,” JurnalMusawa (Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, Maret 2004), 24.12Faiqoh, Nyai Agen Perubahan di Pesantren, 63.13Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender (Jakarta: Paramadina,1999), 74.11Jurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 26 - 43
Pendidikan Islam dan Kesetaraan Genderuntuk berperan di dalam berpolitik, hak-hak dalam bidang pekerjaan serta hakdan kewajiban untuk memperoleh pengetahuan.C. Islam tentang Kedudukan Laki-laki dan PerempuanAgama merupakan pandangan hidup yang paling fundamental bagimanusia. Ia memiliki pengaruh fungsional terhadap struktur sosial masyarakat.Bahkan oleh pemeluknya, ajaran agama ditafsirkan sedemikian rupa sehinggaberfungsi sebagai alat legitimasi terhadap struktur sosial yang berlaku dalammasyarakat tersebut. Termasuk salah satunya adalah struktur sosial yangmelahirkan ketidakadilan terhadap perempuan.14 Dalam membahas pengaruhagama terhadap anggota masyarakat yang mendukungnya, perlu dibedakan –paling tidak secara analitis – antara dalil-dalil atau nilai-nilai yang terkandungdidalamnya dengan penginterpretasian dan penerapannya. Nilai-nilai keagamaanatau dalil-dalil yang terkodifikasi dalam kitab suci bisa memberi peluang bagipenginterpretasian yang berbeda-beda.Dan memang tidak dapat dipungkiri bahwa peran agama juga turut sertamelanggengkan hegemoni ini, dengan pola teks-teks tafsir yang didukung olehkekuatan legitimasi theologis (pembenaran ajaran agama) sebagai representasiajaran Tuhan, sehingga dapat dipastikan bahwa teks-teks tafsir yang muncul daritradisi dan budaya masyarakat yang patriarkhi, kemudian menjadi dogma yangdianut dan dipelihara oleh masyarakat secara turun menurun. Sehingga padagilirannya sepanjang perjalanan sejarah kemanusiaan perempuan hanya menjadiobyek yang terdiskriminasikan bahkan tereksploitasi, baik secara sosial, budaya,politik maupun ekonomi.15Menurut sebagian besar tradisi agama dunia, perempuan diberi peransekunder dan subordinat. Tetapi dalam tiga dasawarsa terakhir sebagian besartradisi agama menarik sarjana feminis yang berpendapat bahwa bukan teksagama yang menjadi sebab masalah melainkan penafsirannya. Kaum feminisKristen, Yahudi dan Islam meneliti kembali ayat suci mereka dan tiba padakesimpulan bahwa agamanya menawarkan kemungkinan pembebasan danperbaikan dalam posisi perempuan. Tetapi tradisi dan sejarah telahmenumbangkan potensi ini dan menggunakan agama untuk menekanperempuan.1614Ahmad Muthali'in, Bias Gender Dalam Pendidikan, 44.Fatima Mernissi, Beyond The Veil; Seks Dan Kekuasaan (Surabaya: al-Fikr,1997), 34.16Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan (Yogyakarta: Rifka Annisa' Women's Crisis Centre& Pustaka Pelajar,1996), 85-86.15Jurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 27 - 43
Evi Fatimatur RusydiyahDengan datangnya Islam, posisi perempuan secara radikal terdefinisikankembali. Islam melarang praktek penguburan bayi wanita dan memperbaiki hakhak kelahiran wanita.17 Keadilan menurut Islam adalah terpenuhinya hak bagiyang memiliki secara sah, yang jika dilihat dari sudut pandang orang lain adalahkewajiban. Oleh karena itu, siapapun yang lebih banyak melakukan kewajibanatau yang memikul kewajiban lebih besar, dialah yang memiliki hak dibandingyang lain. Sementara ini, banyak anggapan bahwa beban suami atau bebanproduksi untuk mencari nafkah lebih berat dari beban istri (beban reproduksi:mengandung, melahirkan dan menyusui). Oleh karena tidak ada yang dapatdikatakan lebih berbobot antara hak dan kewajibannya, tetapi seimbang dansejajar.Dalam surat al-Isra' ayat 70 dinyatakan: َو َﻟ َﻘ ْﺪ ﻛ ﱠَﺮ ْﻣ ﻨَﺎ َﺑﻨِﻰ آدَ َم َو َﺣ َﻤ ْﻠ ﻨَﺎ ُھ ْﻢ ﻓِﻰ ْاﻟ َﺒ ِ ّﺮ َو ْاﻟ َﺒﺤْ ِﺮ َو َرزَ ْﻗ ﻨَﺎ ُھ ْﻢ ﻣِ ِﻦ ﱠ ﻋ َﻠﻰ َﻛ ِﺜﯿ ٍْﺮ ﻣِ ﱠﻤ ْﻦ َﺧﺘ َ ْﻘ ﻨَﺎ ِ اﻟﻄ ِّﯿ َﺒﺎ ت َو َﻓ ﱠ َ ﻀ ْﻠ ﻨَﺎ ُھ ْﻢ .ً ﻀ ْﯿﻼ ِ ﺗ َ ْﻔ "Dan sesungguhnya telah Kami mulyakan anak-anak Adam, Kami angkut merekadidaratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kamilebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhlukyang telah kami ciptakan".18Ayat tersebut menjelaskan bahwa kata Bani (anak-anak) Adam mencakuppria dan wanita, keduanya sama-sama dimulyakan tanpa ada pembedaan jeniskelamin; keduanya sama-sama memiliki hak dan kewajibannya.Dalam hal ini Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam dengan tegasmenyatakan bahwa kaum perempuan memiliki hak yang sama dengan kaum lakilaki. Sebagaimana laki-laki memiliki hak atas perempuan, perempuan memilikihak atas kaum laki-laki. Sebagaimana perempuan memiliki kewajiban terhadaplaki-laki, laki-lakipun memiliki kewajiban terhadap perempuan.19 Karena itu,Islam mengangkat mereka ke status yang layak sebagai manusia yangbermartabat sebagaimana laki-laki. Untuk selanjutnya laki-laki dan wanitadipandang sejajar dari segi kemanusiaannya. Alqur'an menyatakan:َ ﺎرﻓُﻮا ا ﱠِن ا َ ْﻛ َﺮ َﻣ ُﻜ ْﻢ ِﻋ ْﻨﺪَ ﷲِ ا ُ س اِ ﱠﻧﺎ َﺧ َﻠ ْﻘﻨﺎ َ ُﻛ ْﻢ ﻣِ ْﻦ ذَﻛ ٍَﺮ َوا ُ ْﻧﺜَﻰ َو َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ﻋ ِﻠ ْﯿ ٌﻢ ُ َﯾﺂا ﱡﯾ َﮭﺎ اﻟﻨﺎ ﱠ َ َ ﺗْ َﻘ ُﻜ ْﻢ ا ﱠِن ﷲ َ ﺷ ﻌُ ْﻮﺑًﺎ َو َﻗ َﺒﺎ ِﺋ َﻞ ِﻟﺘ َ َﻌ َﺧ ِﺒﯿ ٌْﺮ (13 اﻟﺤﺠﺮات : )اﻟﻘﺮآن "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki danseorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku17Haifaa A. Jawad, Perlawanan Wanita Sebuah Pendekatan Otentik Religius (Malang: CendekiaParamulya, 2002), 15.18Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Terjemahnya (Jakarta : Serajaya Santra, 1989), 435.19Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam Tafsir Al-Qur'an (Yogyakarta: LKIS,1999), 133.Jurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 28 - 43
Pendidikan Islam dan Kesetaraan Gendersupaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling muliadiantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat: 13)20Prinsip kesetaraan antara perempuan dan laki-laki ini dapat dilihat,misalnya, dalam tradisi sufi yang mengajarkan bahwa derajat al-insa n al- kami l(manusia sempurna) tidak menjadi wilayah kaum laki-laki saja, karenaperempuan juga memiliki kapasitas untuk mengakses derajat tersebut.Dengan demikian menurut Engineer, tidak diragukan lagi bahwa adadorongan ke arah kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam Al-Qur'an. Adaberbagai alasan untuk ini. Pertama, Al-Qur'an memberikan tempat yang sangattinggi terhadap seluruh manusia yang mencakup laki-laki dan perempuan. Kedua,sebagai masalah norma, Al-Qur'an membela prinsip kesetaraan antara laki-lakidan perempuan. Perbedaan biologis tidak berarti ketidaksetaraan dalam statusjenis kelamin. Fungsi-fungsi biologis harus dibedakan dari fungsi-fungsi sosial.21Yanggo, menjelaskan persamaan kedudukan perempuan dengan laki-lakimenurut Al-Qur'an antara lain: (1) Dari segi pengabdian. Islam tidak membedakanantara laki-laki dan perempuan dalam pengabdian. perbedaan yang jadiukurannya hanyalah ketaqwaannya. (2) Dari segi status kejadian. Al-Qur'anmenerangkan bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan Allah dalam derajat yangsama. (3) Dari segi mendapat godaan. Di dalam Al-Qur'an disebutkan bahwagodaan dan rayuan iblis berlaku bagi laki-laki dan perempuan sebagaimanahalnya Adam dan Hawa'. (4) Dari segi kemanusiaan. Al-Qur'an menolakpandangan yang membedakan laki-laki dan perempuan, khususnya dalam bidangkemanusiaan. (5) Dari segi pemilikan dan pengurusan harta. Al-Qur'anmenghapuskan semua tradisi yang diberlakukan atas perempuan berupa laranganatau pembatasan hak untuk membelanjakan harta yang mereka miliki. (6) Darisegi warisan. Al-Qur'an memberikan hak waris kepada laki-laki dan perempuan.(7) Persamaan hukum tentang perceraian. 22Dalam hal kepemimpinan, Al-Qur'an menjelaskan bahwa perempuan danlaki-laki memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin. Salah satu kisah yangsangat terkenal dalam Al-Qur'an adalah tentang seorang ratu (Al-Qur'an, an- Naml: ayat 22-23) yang digambarkan sebagai seorang perempuan yang menggunakankekuasaan dengan sebaik-baiknya untuk membimbing rakyatnya agar patuh pada20Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Terjemahnya, 847.Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 67.22Huzaemah Tahido Yanggo, Pandangan Islam tentang Gender (Surabaya: Risalah Gusti,1996), 152.21Jurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 29 - 43
Evi Fatimatur Rusydiyahnabi Sulaiman. Ia adalah Ratu Saba', yang menjadi model peranan amat positif dariseorang perempuan yang menjadi kepala negara.23ْ ِ ﻄﺖُ ِﺑﻤﺎ َ َﻟ ْﻢ ﺗُﺤ ْ ﻏﯿ َْﺮ َﺑ ِﻌ ْﯿ ٍﺪ َﻓﻘﺎ َ َل ا َ َﺣ َ َﻓ َﻤﻜ ْ ( اِ ّﻧ ِﻰ َو َﺟﺪْتُ ا ْﻣ َﺮاَة ً ﺗ َ ْﻤ ِﻠ ُﻜ ُﮭ ْﻢ َوا ُ ْو ِﺗ َﯿﺖ 22) ﻂ ِﺑ ِﮫ َو ِﺟﺌْﺘُﻚَ ﻣِ ْﻦ َﺳ َﺒ ٍﺎ ِﺑ َﻨ َﺒ ٍﺎ َﯾ ِﻘﯿ ٍْﻦ َ َﺚ َّ(23-22 اﻟﻨﻤﻞ : ( )اﻟﻘﺮأن 23) ﻋﻈِ ْﯿ ٌﻢ ش ﺮ ﻋ ﺎ ﮭ ﻟ و ﺊ ﺷ ﻞ ََْ ٌ َْ َ َ ٍِ ﻣِ ْﻦ ُﻛ "Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: "aku telahmengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahui dan kubawa kepadamu darinegeri Saba' suatu berita penting yang diyakini"(22). Sesungguhnya akumenjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segalasesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” (An-Naml 22-23 ).24Sejarah kepemimpinan Aisyah – istri Nabi Muhammad SAW – dalam duniapolitik ikut memperkuat maksud dibalik cerita tentang Ratu saba' di atas. Puncakkepemimpinan Aisyah adalah ketika dalam perang jamal beliau memimpin sendiripasukannya melawan Ali bin Abi Thalib, yang tiada lain adalah menantunyasendiri. Meskipun pada akhirnya ia dan pasukannya dikalahkan, tetapi ia berhasilmenunjukkan pada umat bahwa seorang perempuan bisa menjadi pemimpinmasyarakat.Perempuan yang bekerja, baik dalam lapangan ekonomi maupun sosial –seperti halnya laki-laki – menurut ajaran Islam, sebenarnya tidakalah menjadimasalah. Dalam Al-Qur'an, Hadits, maupun Fiqh – yang merupakan sumber ajaranIslam – tidak satupun ada penjelasan yang menafikan kerja dan profesiperempuan dalam segala sektor kehidupan, baik untuk kepentingan pribadimaupun kepentingan sosial.25 Peluang perempuan dalam mendapat pendidikan,terlalu banyak ayat al Qur'an dan hadits Nabi Saw. Yang berbicara tentangkewajiban belajar, baik kewajiban tersebut ditujukan kepada lelaki maupunperempuan. Wahyu pertama dari al Qur'an adalah perintah membaca atau belajar:١ َ ۡٱﻗ َﺮ ۡأ ِﺑﭑﺳۡ ِﻢ َر ِّﺑﻚَ ٱ ﱠﻟﺬِي َﺧ َﻠﻖ "Bacalah demi Tuhanmu yang telah menciptakan "(Q.S. Al 'Alaq, 1)26Kesitimewaan manusia yang menjadikan para malaikat diperintahkansujud kepadanya adalah karena makhluk ini memiliki penegahuan. (Q.S. 2: 31-34).Baik laki-laki maupun perempuan diperintahkan untuk menuntut ilmu sebanyakmungkin, mereka semua dituntut untuk belajar:َ( ﻋ َﻠﻰ ُﻛ ِ ّﻞ ُﻣﺴْـﻠ ٍِﻢ َو ْاﻟ ُﻤﺴْـ ِﻠ َﻤ ٍﺔ )اﻟﺤﺪﯾﺚ َ ٌ ط َﻠﺐُ ْاﻟﻌ ِْﻠ ِﻢ َﻓ ِﺮ ْﯾﻀَﺔ "Menuntut ilmu itu wajib bagi muslim dan muslimah".23Fatima Mernissi & Riffat Hasan, Setara Dihadapan Allah (Yogyakarta: LSPPA,1996),184.Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Terjemahnya, 595-596.25Hussein Muhammad, Fiqih Perempuan (Yogyakarta: LKIS, 2001), 119.26Departemen Agama RI, Al Qur'an dan Terjemahnya, 1079.24Jurnal Pendidikan Agama IslamVolume 4 Nomor 1 Mei 2016ISSN(p) 2089-1946 & ISSN(e) 2527-4511Hal. 30 - 43
Pendidikan Islam dan Kesetaraan GenderPara perempuan di zaman Rasul menyadari betul kewajiban ini, sehinggamereka memohon kepada Rasul Saw. Agar beliau bersedia menyisihkan waktutertentu dan khusus untuk mereka dalam rangka menuntut ilmu pengetahuan.Permohonan tersebut tentu dikabulkan oleh Rasul SAW. Al Qur'an memberikanpujian kepada para Ulul Al Albab (intelektual) yang selalu berdzikir dan berfikirsekaligus memikirkan tentang telah diciptakannya langit dan bumi, pergantiannyasiang dan malam, perputarannya matahari dan rembulan yang selalu aktif danhanyalah Allah SWT. Yang Maha Pencipta. Dzikir dan pemikiran menyangkut haltersebut akan mengantar manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia alam raya,dan hal tersebut tidak lain dari pengetahuan.Ini berarti bahwa kaum perempuan dapat berfikir, mempelajari dankemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari dzikir kepada Allah Swt.serta apa yang mereka ketahui dari alam ini. pengetahuan menyangkut alam rayatentunya berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga dari ayat ini dapatdipahami bahwa perempuan bebeas untuk mempelajarti apa saja, sesuai dengankeinginan dan kecenderungan masing-masing.27 Dalam kehidupan berkeluarga,tidak ada satupun penjelasan dalam Al-Qur'an yang menyatakan bahwa statuslaki-laki lebih tinggi dari perempuan. Seorang suami tidak lebih dominandibanding istri. Demikian juga anak laki-laki tidak lebih utama dari anakperempuan. Mema
kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidang pendidikan. Karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan sosial. Berbicara pendidikan, maka tidak akan terlepas dari konsepsi bahwa