Transcription

293SENDI ADAT DAN EKSISTENSI SASTRA;PENGARUH ISLAM DALAM NUANSA BUDAYALOKAL GORONTALOMoh. Karmin BaruadiFakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri GorontaloJl. Taman Surya Nomor 8 Gorontalo. Telp. 08124416177email: karmin [email protected] articel aimed to describe a value of custom and an existence of unwrittenliterature which becomed a local tradition among Gorontalo society. This studyresearched custom phenomenon through historical fenomenologic and empiricapproach. The result of this study showed that Gorontalo Ethnic was peoplewho applied custom based on kitâb Allâh as their rule life. So, Gorontalo’s,culturally appreciated the tradition which were based on Islam forever and ever.Gorontalo’s culture was influenced by Islam which could be seen through theway of their culturing and their literaturing. They based their culture, art, andliterature to Islam because they thought these were like praying to Allah. TheIslamic values in the Gorontalo’s culture and literature were coherence to theircustom untill today.Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sendi adat dan keberadaansastra lisan Gorontalo yang mentradisi pada budaya lokal masyarakat Gorontalo.Pengkajian dilakukan secara historical-fenomenologis melalui penelusuranliteratur dan pengamatan empirik terhadap pelaksanaannya di setiap peristiwaadat. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan kenyataan historismasyarakat suku Gorontalo adalah masyarakat adat, yang menempatkanadat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan kitâb Allâh sebagai pandanganhidup, sehingga secara kultural masyarakat Gorontalo sangat menghargai tradisitradisi terutama yang bernuansa Islami yang selamanya tetap dipelihara dandilestarikan. Kebudayaan Gorontalo identik dengan Islam yang tampak padaaktivitas berbudaya dan bersastra. Berbudaya, berseni dan bersastra denganel Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

294Pengaruh Islam dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontaloazas Islam yang dilakukan oleh masyarakat Gorontalo dapat diinterpretasikansebagai suatu wujud beribadah kepada Allah. Nilai-nilai Islami dalam budayadan peradaban Gorontalo termasuk sastranya menyatu dengan adat istiadatyang berlaku hingga sekarang.Key words: existence, unwritten literature, Local IslamPendahuluanJazirah Gorontalo berdasarkan sejarah terbentuk kurang lebih 400tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar,Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusatpenyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo danBone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusatpendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti BolaangMongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng)bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara. Gorontalo menjadi pusat pendidikandan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini(bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).Agama dan kepercayaan yang dianut oleh penduduk Gorontalo secaradominan adalah agama Islam. Sendi-sendi kehidupan agama Islam sangatmenonjol terlihat pada setiap pelaksanaan upacara-upacara memperingatihari-hari besar Islam maupun dalam pelaksanaan upacara-upacara adat. Jauhsebelum agama Islam masuk dengan segala pengaruh yang dibawanya keGorontalo, penduduk suku Gorontalo tidak jauh berbeda dengan suku-sukudi Indonesia, yang bertebar di seluruh kepulauan Nusantara. Berdasarkankenyataan historis sebelum terdapat pengaruh agama Islam, sikap dan watakserta perbuatan penduduk di Gorontalo seperti juga terlihat pada kebiasaanbangsa-bangsa lainnya. Masyarakat suku Gorontalo sangat menghormati unsurpenguasa, pemuka adat, dan orang tua. Hal ini didasarkan kepada kepercayaantradisional, terlihat juga pada cerita rakyat dan puisi lisan.Berdasarkan benda-benda peninggalan adat tradisonal Gorontalodapat dikatakan bahwa sebelum Islam datang, kepercayaan penduduk bersifatanimisme. Berkaitan dengan hal ini, kebiasaan-kebiasaan tradisional tersebutmasih tampak terutama untuk upacara-upacara memanggil roh halus dansebutan pemimpin upacara ritual tersebut seperti panggoba, wombua dantalenga, sebutan yang diberikan kepada dukun atau dalang dalam upacarapemanggilan roh. Demikian pula masih terdapat adanya kepercayaan danketaatan mereka mematuhi apa yang tertuang dalam hasil sastra lisan sebagaipencerminan masyarakat lama. Contoh yang nyata hingga dewasa ini ialahel Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

Moh. Karmin Baruadi295masih adanya kepercayaan akan kekuatan gaib. Apakah ia sebagai pejabatatau bukan, ia masih memerlukan benda-benda yang dianggap mempunyaikekuatan, seperti azimat penjaga badan, penangkal penyakit, atau penangkalpencuri supaya tidak masuk ke rumah, benda yang dipakai supaya kebal, danmemuja arwah nenek moyang.Tradisi yang terdapat di daerah Gorontalo diberlakukan sama. Tradisitersebut terbagi atas beberapa jenis:(1) Tradisi yang berhubungan dengan adat istiadat yang menyangkut upacarapernikahan, penobatan dan penyambutan pejabat, pemakaman, pengguntingan rambut serta pembeatan;(2) Tradisi yang berhubungan dengan kesenian yang menyangkut zikir (diikili),burdah (buruda), dana-dana dan zamrah;(3) Tradisi yang berhubungan dengan gerak atau olahraga, tarian sepertilangga, longgo.(4) Tradisi yang berhubungan dengan sastra. Tradisi sastra ini berdasarkanpenelitian menemukan adanya lima belas ragam sastra lisan yang diigunakanmasyarakat dalam kegiatan seni dan budaya. Tradisi sastra ini sangat erathubungannya dengan adat dan kehidupan dalam masyarakat baik dalambentuk prosa maupun puisi.Adat merupakan salah satu budaya bangsa yang sangat berharga yangdimiliki oleh daerah di seluruh Indonesia. Adat Gorontalo mempunyai normaatau kaidah yang menjadi pegangan dan petunjuk dalam pergaulan hidup ditengah-tengah masyarakat yang terdiri dari: (a) Wu’udu (peraturan kebiasaan)yang mempunyai sangsi tapi tidak diletakkan oleh hukum. Contoh, Wulealo lipu (camat), yang tidak memakai kopiah tidak boleh dihormati secara tubo(penghormatan secara adat) oleh Tauda’a (kepala desa). (b) Aadati (wu’udu yangmempunyai sangsi) yang dalam masyarakat adat Gorontalo disebut hukumadat. (c) Tinepo (peraturan kesopanan) yaitu pedoman untuk bertingkah lakudalam pergaulan sehari-hari guna penghormatan kepada sesama. Contoh, adatpenyambutan terhadap pejabat tinggi negara yang tidak masuk dalam pulanga(jabatan dalam adat). (d) Tombula’o (peraturan kesusilaan) yang merupakanpetunjuk bagi setiap orang untuk tidak saja mengetahui, tapi harus dapatmembedakan apa yang baik dan yang buruk. Kaidah ini mencegah perbuatansewenang-wenang dari pihak penguasa dan mencegah tindakan apatis dariyang dikuasai. (e) Butoqo (hukum) adalah hukum dari Olongia (raja), Baate(pemangku adat), yang merupakan petunjuk menyelesaikan sesuatu perkarayang terjadi dalam masyarakat.Segala sesuatu yang menyangkut adat sudah teratur dan setiap wargael Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

296Pengaruh Islam dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontalomasyarakat tinggal melaksanakan. Terkenal semboyan: ‘aadati ma dilidilitobolomopo’aito, aadati mahunti-huntingo bolomopodembingo, aadati ma dutu-dutubolomopohutu’. Artinya adat sudah dipolakan tinggal menyambungkan, adat sudahdigunting tinggal menempelkan, adat sudah siap tinggal melaksanakan.Sendi Adat dalam Budaya GorontaloPada masyarakat Gorontalo, sebelum masuknya pengaruh Islam adatistiadat dan budaya masyarakat daerah dipengaruhi oleh filsafat naturalistik,dimana nilai-nilai dan norma-norma budaya bersumber dari fenomena alamsemesta. Pada masa Eyato menjadi raja persatuan u duluwo limo lo Pohalaqa danraja kesatuan Gorontalo-Limboto agama Islam resmi menjadi agama kerajaan.Adat sebagai wujud kebudayaan yang disebut juga sistem budaya adalah samadengan prinsip adat Aceh dan Minangkabau yakni “adat bersendi syarak, dansyarak bersendi Kitabullah (al Quran)”. Istilah ini dalam bahasa Gorontalodisebutkan “Adati hula-hula’a to sara’a, sara’a hula-hula’a to kuru’ani”. Dalamkenyataan sejarah istilah ini tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapimelalui suatu proses sejarah. Pada masa Gorontalo diperintah oleh SultanAmai (1523-1550) slogannya adalah “sara’a topa-topango to adati” atau syarakbertumpu pada adat (Nur, 1979: 220). Raja Gorontalo yang pertama kalimenerima tentang risalah Islam masuk ke kerajaan Gorontalo adalah SultanAmai pada awal abad ke-16 atau tahun 1525 (Ibrahim, 2004: 57). Pengembanganagama Islam di Gorontalo selalu didasarkan atas rumusan yang dikatakanpenuh kearifan itu. Tokoh yang sangat berperan dengan pemikirannya yangreligius Islami adalah istri Amai sendiri yang bernama Owutango putri rajaPalasa. Pada awalnya untuk bisa diperistri Sultan Amai ia mengajukan beberapapersyaratan Islami dalam pelaksanaan pernikahannya dengan Amai, yaitu(1) Sultan Amai dan rakyat Gorontalo harus diislamkan; (2) adat kebiasaandalam masyarakat Gorontalo harus bersumber dari al Quran (kitabullah).Dua syarat itu diterima oleh Amai dan beliau sanggup menjadikan masyarakatGorontalo yang islami. Dalam rumusan Amai dan implementasinya tampakdua sifat yang arif yaitu (a) one side thinking, pemikiran sepihak yang bertitiktolak dari syarat untuk memahami adat yang berlaku; (b) pemikiran yangmenghasilkan versi Islam yang diadatkan dan versi inilah yang menjadi dasarpelaksanaan adat sehingga dirasakan oleh masyarakat yang merasakan bahwatidak ada pertentangan antara adat dengan Islam, malah adat memperkuatdan membimbing pelaksanaannya.Matolodula Kiki sebagai sultan kedua yang menggantikan ayahnyaAmai pada tahun 1550 meneruskan konsep yang dicetuskan oleh ayahandanya.el Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

Moh. Karmin Baruadi297Dalam pengembangan budaya dan peradaban Islam beliau menyempurnakankonsep Amai, dan menelorkan rumusan ‘adati hula-hula’a to sara’a dan sara’ahula-hula’a to adati’ atau adat bersendi syarak, syarak bersendi adat. Dalampelaksanaannya tampak dua sifat arif mengikuti ayahnya, yaitu (a) pemikiranyang bersifat reciprocal thinking, berpikir timbal balik, adat dengan syarak, syarakdengan adat; (b) melengkapi versi Islam yang diadatkan dengan versi adatyang diislamkan (Ibrahim, 2003: 67). Versi adat yang diislamkan merupakanpemikiran Matolodula Kiki tentang budaya lokal yang berpengaruh terhadapbudaya Islam atau adat yang diislamkan.Konsepsi sendi-sendi keislaman berdasarkan slogan adat bersendisyarak, syarak bersendi kitabullah termanifestasi secara tetap dan dipakaisebagai pedoman hidup adalah pada masa pemerintahan Sultan Eyato, yangpada masa pemerintahannya persatuan u duluwo limo lo Pohalaqa (persekutuankerajaan di bawah dua kerajaan Gorontalo dan Limboto) agama Islam resmimenjadi agama kerajaan. Rumusan ini mengadung dua sifat yaitu (a) pemikiranyang bersifat linier thinking, istiqomah, lurus, dari adat ke syarak langsung kekitabullah sebagai landasan tauhid; (b) versi budaya dan peradaban Islam,langsung mengarah kepada versi Islam yang kaffah, menyeluruh sesuai suratdalam al Quran:“Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh” (QSal Baqarah: 208).Pada masa pemerintahannya sultan Eyato mengadakan beberapa perubahanIslami dalam sistem pemerintahanya yang didasarkan pada ilmu aqidah ataupokok-pokok keyakinan dalam ajaran Islam. Dalam ilmu aqidah tersebutdiajarkan dua puluh sifat Allah SWT. Dalam sistem pemerintahannya, Eyatomewajibkan sifat-sifat itu menjadi sifat dan sikap semua aparat kerajaan mulaidari pejabat tertinggi sampai dengan dengan jabatan terendah (Nur, 1979:104). Dua puluh sifat tersebut adalah sebagai berikut:a) Sifat mukhaalafatun lilhawadis, berlainan dengan makhluk. Sifat inidibajukan kepada sultan sehingga ia berhak untuk memperolehkehormatan dan wajib menjaga kehormatannya;b) Sifat kalam, mutakallimun, dibajukan kepada Bantayo Poboide (DewanPermusyawa-ratan) yang bertugas mengatur segala sesuatu yang berkaitandengan kepentingan rakyat dan kerajaan;c) Sifat baqaa, kekal, dibajukan kepada kadhi, mufti dan imam yangmelaksanakan hukum dengan sebagaimana mestinya;d) Sifat qiyaamuhu binafsihi, berdiri di atas pendapat sendiri, dibajukankepada tokoh adat Baate dan Wu’u yang diharapkan mereka memilikiel Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

298Pengaruh Islam dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontalopendapat sendiri;e) Sifat sama dan basara, mendengar dan melihat, dibajukan kepadapara kepala kampung (wala’apulu), sebagai penyambung lidah rakyat,mendengar dan melihat dari rakyat dan diteruskan kepada pejabat diatasnya, demikian pula sebaliknya.Konsepsi di atas jelas berbeda dengan versi kebudayaan Islam Aceh.Kebudayaan Aceh benar-benar menjadikan al Quran menjadi acuan adat(sistem budaya), sistem sosial dan sistem teknologi dan sistem (pakaian danbangunan). Kemudian pada kebudayaan Islam Minangkabau unsur-unsurbudaya lama masih terlihat pada sistem sosial dan sistem teknologi, sedangkanpada masyarakat Uduluwo limo lo Pohalaqa Gorontalo, pola kebudayaan Islamtampil dengan profil yang berbeda. Bagi masyarakat u duluwo limo lo PohalaqaGorontalo pada masa Eyato “syarak kitabullah” dipahami dan diakui sebagaihukum dan aturan-aturan yang menjadi ajaran yang bersumber dari kitab sucial Quran dan hadits Rasulullah SAW. Penerapan adat (sistem budaya) Islampada sikap dan perilaku pejabat seperti yang telah dikemukakan sebelumnyatelah mengawali pemantapan karakteristik budaya Islam dalam kehidupanmasyarakat Gorontalo. Eyato memang seorang ahli agama dan ahli pikir.Sebelum menjadi raja, Eyato merupakan seorang hatibida’a yang tergolongulama pada masa itu.Pengaruh Islam Terhadap Sastra GorontaloSendi-sendi yang telah diuraikan sebelumnya sangat mempengaruhiseluruh aspek kehidupan masyarakat Gorontalo, termasuk di antaranya adalahkegiatan bersastra. Pola kebudayaan “Adat bersendikan syarak, dan syarakbersendikan kitabullah (al Quran)”, dalam bidang sastra pengaruhnya sangatterlihat terutama pada nuansa hukumnya, baik dalam bentuk maupun isinya.Ada bentuk-bentuk ucapan yang diungkapkan langsung, ada pula yang harusdibacakan dengan lagu pada upacara tertentu. Apabila dilihat dari segi isinya,selain ada yang memang secara langsung mengandung ajaran syariat, ada pulayang secara tidak lansung memberikan gambaran perilaku dan kehidupansehari-hari berdasarkan syariat Islam (Tuloli, 1994: 78). Kisah-kisah (cerita)dari al Quran atau dari nabi Muhammad, banyak ditemukan menghiasi isipuisi dan cerita rakyat. Para sastrawan menggunakan kisah sebagai alat untukmengeksploatasi bentuk-bentuk karya sastra (Tuloli, 1994: 83).Pengaruh agama dalam sastra dapat dilihat bagaimana peran danfungsi sastra itu terhadap masyarakat. Fungsi sastra dalam masyarakat masihel Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

Moh. Karmin Baruadi299lebih wajar dan langsung terbuka untuk penelitian ilmiah. Khususnya masalahhubungan antara fungsi estetik dan fungsi lain (agama, sosial) dalam variasidan keragamannya dapat kita amati dari dekat dengan dominan tidaknyafungsi estetik; demikian pula kemungkinan perbedaan fungsi untuk golongankemasyarakatan tertentu. Fungsi-fungsi estetik yang menonjol itu perlu dikajipada bentuk dan isinya, misalnya pemakaian kata atau kalimat yang berhubungandengan agama Islam, dan yang berkaitan dengan isi ajaran Islam atau yangberhubungan dengan Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, serta pejuangIslam. Fungsi seperti itu, merupakan kekayaan sastra lisan yang sangat besarmanfaatnya bagi masyarakat sekarang. Dalam sebuah sastra lisan, terungkapkreativitas berbahasa Bangsa Indonesia yang sangat luar biasa, dalam hasil sastraitu masyarakat Indonesia terdahulu berusaha mewujudkan hakikat mengenaidirinya sendiri, sehingga sampai saat ini ciptaan itu tetap mempunyai nilaidan fungsi bagi masyarakat Indonesia modern (Teeuw, 1984: 9-10).Pengaruh Islam terhadap sastra lisan Gorontalo, tumbuh berkembangseirama dengan perkembangan masyarakat Gorontalo yang mayoritas muslim.Bahkan hampir dalam setiap bentuk sastra lisan Gorontalo, tampak jelas terlihatadanya-adanya kata-kata dan istilah yang berasal dari ayat suci al Quran. Nilaiuniversal Islam adalah sifat moral yang ditandai dengan pembedaan yangbaik dan yang buruk. Nilai yang mempertentangkan yang baik dan burukini umumnya muncul dalam tema-tema sastra (Tuloli, 1994: 87). Berbudaya,berseni dan bersastra dengan azas Islam dapat diinterpretasikan sebagai suatuwujud beribadah kepada Allah SWT. Dengan demikian nilai-nilai universalagama Islam itu menjadi patokan atau tema utama karya sastra pengaruh Islamitu. Jadi sastra diciptakan karena Allah SWT, untuk kepentingan manusiayang terarah kepada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia di duniadan akhirat (Ahmad, 1981: 3).Ciri-ciri konsep sastra Islam itu yang menonjol adalah masalah akhlak,moral, etika dan hidup kemanusiaan (Ahmad, 2003: 7). Sastra lisan padaumumnya mengandung aspek-aspek moral dan ahklaq. Kemunculannya bisadikaji dalam penokohannya, ide dan temanya, serta ungkapan-ungkapanyang bernilai ajaran Islam. Dalam “puisi Melayu tradisional” terdapat puisiberbentuk dzikir, yang antara lain berisi puji-pujian kepada Allah, puji-pujiankepada Nabi, pantun berisi ajaran, dan mantra serta doa (Tuloli, 1984: 91).Dari hasil penelitian di Afrika, ia memberikan beberapa ciri sastra yangberhubungan dengan agama. Ciri-ciri itu adalah: (1) isinya berkaitan denganagama, yaitu Ketuhanan dan ajaran (syariat); (2) penceritanya ahli agama, (3)el Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

300Pengaruh Islam dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontalodilakukan dalam upacara agama. Hal ini sama dengan pendapat Ben-Annos,bahwa makna satra lisan harus dilihat dari konteks budayanya. Maknanya bisadirujuk pada tempat dan situasi pengucapannya (Finnegan, 1978: 167-170).Dengan landasan kajian teori yang telah dikemukakan di atas makauntuk menentukan jenis atau genre puisi lisan Gorontalo diambil kebijakanberikut.1. Menghubungkannya dengan latar belakang sosial, budaya, termasukpendapat para tokoh-tokoh adat.2. Melihat ciri-ciri konvensional baik yang ada hubungannya dengankonvensi bahasa maupun konvensi sastra (tata sastra), yang munculdari dalam setiap karya (korpus) dan sastra itu.3. Penggunaan karya sastra itu dalam berbagai peristiwa (upacara) yangbernuansa Islam khusus di masyarakat.Kegiatan berbudaya di Gorontalo pada umumnya sangat kental denganagama Islam. Hal ini berkaitan erat dengan slogan ”aadati hula-hula’a tosyara’a, syara’a hula-hula’a to kuru’ani” atau adat bersendikan syarak dan syarakbersendikan al Quran (kitabullah). Oleh karenanya setiap peringatan hari besarIslam, kesatuan adat, budaya dan agama dapat terlihat jelas. Berdasarkan hasilpengamatan lapangan didapatkan data ragam sastra bentuk puisi lisan yangberhubungan dengan Islam terdiri dari empat jenis yaitu terdiri dari tujagi,palebohu, tinilo dan taleningo.a. Ragam TujagiTujagi artinya pujaan, yaitu pujaan kepada orang yang dihormati, yangditinggalkan atau disayangi. Pelaksanaan pujaan ini sudah tetap dalam bentukupacara pernikahan, penobatan raja, kematian dan lain-lain. Tujagi diturunkandalam bentuk tetap, namun karena dulu terdapat beberapa kerajaan kecil makakata-kata yang disampaikan sering tidak sama. Orang tua-tua mengatakan“Tujagi ma dili-dilito, ma dala-dalalo mopohuli wau molibaya” artinya Tujagi sudahberpola dan sudah berjalan tinggal memakaikan (melaksanakan) dan mulai(menjalani).Satu tuja’i disebut ngo’ayu merupakan satu kebulatan struktur dari barisawal hingga akhir. Tidak terdapat pembagian atas sampiran dan isi sepertiterlihat pada pantun, melainkan keseluruhan baris menjadi isi kesatuan tuja’i.Seperti contoh sederhana berikut ini:Ito ma lotadiaTuan telah bersumpahTo’u modihu hunggiaUntuk memegang (memerintah) negeriTo Limutunto botiaDi negeri Limboto kita iniel Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

301Moh. Karmin BaruadiDila bolo poti’aWolami watotiaTo delomo lipu botiaDidu o tau ohidiaDila bolo poti’aLeente pelehiaO dudu’a lo tadiaJangan sampai memisahkan diriDengan kami hambamu iniDi dalam negeri iniTiada orang lain tempat berharapJangan sampai memisahkan diriWahai hindarilah ituNanti (akan) kena sumpahBerdasarkan uraian tentang bentuk dan tema tuja’i maka dapat diketahuibahwa fungsi tuja’i adalah (a) sebagai pengiring pelaksanaan adat, (b) berfungsisebagai alat untuk mengungkapkan sesuatu sesuai maksud dan tujuan suatumusyawarah.b. Ragam PalebohuSesudah suatu upacara pernikahan dilaksanakan, lalu disempurnakandengan pemberian nasehat. Nasehat itu diberikan dalam bentuk sajak (puisi),yang berisi ajaran, sasaran, anjuran, ataupun larangan atau berupa petunjukkehidupan manusia.Palebohu menurut katanya terdiri dari pale padi; bohu baru. Inimerupakan istilah kiasan bagi orang yang menikah. Seseorang yang menikah itudisamakan dengan padi yang baru dipetik, sehingga masih muda dilekati olehnasehat, dengan kata lain getahnya masih banyak. Demikian pula, seseorangyang baru memangku jabatan disamakan dengan padi yang baru, sehingga perludiberikan nasihat. Nasehat itu perlu untuk menuntun bagaimana menghadapimasalah, baik dalam keluarga baru maupun dalam tugas yang baru.Keseluruhan struktur Palebohu merupakan pidato yang bersajak. Bahasayang dipergunakan memakai kata-kata umum dan tidak terikat oleh kata-kataada seperti yang terlihat pada tuja’i. Jika dilihat hubungan baris dengan barismaka tampaklah beberapa baris membentuk satu kesatuan ide, yang kalaudihubung-hubungkan akan menjadi satu kalimat panjang yang mampunyaiinti dan penjelasan.Contoh :Tahuli li papa mamamuPesan ayah ibumuHente po’odahawamuAgar kau jaga baik-baikBoli po’otupitamuLagi pula kau ingat baik-baikMowali dudaha lo batangamuMenjadi penjaga dirimuSesuai data di lapangan, ternyata kedudukan puisi palebohu di daerahel Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

302Pengaruh Islam dalam Nuansa Budaya Lokal GorontaloGorontalo masih baik. Masyarakat pada umumnya mempunyai pandanganpositif dan menghargai puisi ini karena dianggap mempunyai manfaat bagikehidupan. Puisi ini tetap dijunjung tinggi oleh masyarakat karena berhubunganerat dengan peradatan yang berlaku di dalam masyarakat. Pendapat inididukung Warton yang mengatakan bahwa sastra adalah gudang adat istiadat(Tuloli, 1995: 231).c. Ragam TiniloTinilo merupakan rangkaian-rangkaian syair yang dilagukan bersamasama. Pada prinsipnya tinilo merupakan kesusastraan daerah Gorontalo yangmenonjolkan unsur isi dan dan penampilan. Sebagian informan menyatakanTinilo berisi sanjungan, pujian atau disebut ‘dewo’ dan penyajiannya dilagukansecara berirama. Tinilo memberi isi pada upacara adat yang dilaksanakan. Dalampelaksanaanya tinilo dibawakan dengan berlagu oleh empat orang perempuantua diiringi oleh rebana. Ada yang dibacakan tetapi pada umumnya dihafalkan.Ada pula tinilo yang dibawakan untuk mengiringi barang hantaran (dutu) padawaktu pelaksanaan upacara pernikahan.Sebagian besar tinilo sudah diturunkan dalam bentuk jadi. Untuk tiapkecamatan terdapat perbedaannya namun tujuan dan sasarannya sama. Padamasing-masing daerah versinya bisa berbeda-beda yang dilaksanakan untukperingatan kematian ke-40 hari, dan juga untuk kegiatan penghantaranharta.Satu rangkaian tinilo merupakan satu kesatuan yang terdiri daripembukaan, rentetan isi dan penutup. Tiap bagian itu masih pula terbagiatas letu-letu (bait). Setiap pembukaan kata selalu dimulai dengan nama Allah.Contoh tinilo sebagai berikut:Pembukaan: Bisimila momuatoDengan nama Allah mengangkatHajarati yilapatoNiat sudah selesaiLo waladi lo wutatoDari keluarga dari saudaraHeluma lolo napatoSepakat bersatuIsi (satu bait): Pa’ita hilunggiaNisan kerajaanWolo bunga-bungalioDengan hiasannya (asesorisnya)Bili’u pakelioDari keluarga dari saudaraHelumo lo po’opioSemua sudah sempurna baiknyaPenutup: Fakinnal yakiinaDengan penuh keyakinanAbdi wal mukminiinaHamba yang mukminAllahu rabbul alamiinaTuhan seru sekalian alamel Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

Moh. Karmin Baruadi303Amiina . AmiinaTerimalah TerimalahSetiap aspek tinilo yang dilaksanakan oleh masyarakat Gorontalomempunyai fungsi untuk memberi isi pada upacara sehingga inti acara menjadilebih penting sebagai doa, nasihat, dan bersifat penghormatan.d. Ragam TaleningoTaleningo adalah kata-kata arif yang berupa pandangan, pemikiran yangdisajikan dalam bentuk sajak. Isinya banyak berhubungan dengan masalahkehidupan dan agama. Ragam ini biasanya diucapkan atau dibacakan padaacara pertemuan dan pesta, seperti gunting rambut, khitanan, pernikahan,acara duka dan pertemuan-pertemuan di berbagai kesempatan oleh alimulama dan pemangku adat lainnya.Isi dari keseluruhan taleningo lebih banyak berhubungan dengankehidupan dan agama, sehingga sama halnya dengan tinilo puisi lisan inidapat dikategorikan sebagai religious paetry. Berdasarkan hal itu maka ragampuisi lisan taleningo berfungsi sebagai peringatan kepada manusia agar berbuatsesuai dengan tuntutan agama. Pesan-pesan tersebut sebagaimana tertulisdalam potongan puisi lisan taleningo di bawah ini.Potabia popuasaSembahyanglah, berpuasalahTo dunia dila baqaDi dunia tidak kekalPopuasa potabiaBerpuasalah, bersembahyanglahDila baqa to duniaTidak kekal di duniaDalam sastra lisan Gorontalo terdapat konsep tentang hakikat hidupmanusia yang didasarkan pada ajaran ketuhanan Yang Maha Esa. Dalamtaleningo konsep ini banyak diungkapkan. Dengan demikian nilai budaya yangmenonjol dalam taleningo adalah nilai religius. Nilai religius yang dimaksudadalah ketaatan menjalankan perintah Allah SWT, karena kehidupan didunia tidak kekal, hanya kehidupan di akhiratlah yang abadi.Nilai Kultur Lokal dalam Nuansa IslamiSampai saat ini, nilai-nilai islami dalam budaya dan peradaban Gorontalotermasuk sastranya sudah menyatu dengan adat istiadat yang berlaku. Nilainilai itu sudah melatari pengetahuan dan pola perilaku masyarakatnya.Adapun nilai-nilai yang penting untuk ditelusuri yang dapat diterima olehmasyarakat adalah (a) nilai kearifan; (b) nilai kejuran; (c) nilai ketakwaaan;(d) nilai kesucian; dan (e) nilai moral.el Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

304Pengaruh Islam dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontaloa. Nilai kearifanNilai kearifan ini merupakan sikap bijak dari Sultan Amai, MatolodulaKiki, dan Eyato dalam pengembangan budaya peradaban Islam di kerajaanGorontalo. Melalui tiga sultan dengan sikap arif mereka diharapkan tentangpengembangan Islam di Gorontalo akan berhasil baik. Maka sikap arif disertaikebaikan hati adalah cendekia mewujudkan cita-cita yang diabadikan padaorang lain (Abu Hamid, 2003: 11). Nilai kearifan itu pada awalnya dimulai daripemikiran religius calon istri Sultan Amai di Palasa Tomini. Sebagaimana telahdijelaskan sebelumnya bahwa calon istri puteri raja Palasa bernama Owutangoakan menerima pinangan raja Amai dengan syarat utama, raja Amai dan rakyatGorontalo bersedia untuk masuk Islam, pada saat itu raja Amai yang pertamakali masuk Islam di Palasa. Inilah nilai kearifan seorang ibu (Owutango, istriAmai) yang muslimat, yang menyebabkan Islam menjadi agama satu-satunyayang dianut oleh masyarakat Gorontalo. Setelah pernikahan dilaksanakan diPalasa, berangkatlah Amai bersama istrinya dikawal oleh delapan orang rajaraja kecil yang bertindak sebagai mubaligh dan guru ke kerajaan Gorontalopada tahun 1525. Begitu tiba, pekerjaan pertama rombongan ini adalahmelaksanakan sholat dzuhur di lapangan terbuka. Sasaran pelaksanaannya,memperkenalkan langsung Islam kepada masyarakat melalui pandangan matadan telinga dan akhirnya mereka berpikir (Ibrahim, 2004: 211).Adanya pengenalan Islam yang dibawa oleh raja beserta pemaisuri, Amaimendekati adat yang menjadi kebiasaan masyarakat melalui rumusannya: Saraatopa-topanga to adati yang melahirkan versi islam yang diadatkan yang melahirkan186 macam pola syariat (Lipoeto, 1949: 321). Pola syariat sebagai landasan adatGorontalo dapat diklasifikasi atas 186 pola adat yang berdasarkan kedudukandan rumpunya dapat digolongkan menurut 7 rumpun adat, terdiri dari: (a) polaadat ketika sang ibu mengandung jabang bayi dan saat bayi dilahirkan disebutAwal pertumbuhan; (b) pola adat ketika sang anak menjelang akil balik; (c)pola adat ketika dilangsung pernikahan menurut tradisi Gorontalo; (d) polaadat ketika seseorang menderita sakit sampai saat kematian menjelang; (e)pola adat penerimaan tamu; (f) pola adat menyelenggarakan atau membinakehidupan sosial kemasyarakatan dan agama; dan (g) pola adat membinasilaturrahim dalam pergaulan antara masyarakat.Meskipun terlihat dari desainnya merupakan pola syariat Islam akan tetapipelaksanaannya dilakukan secara adat. Contoh meminang atau dalam bahasaGorontalo disebut motolobalango adalah pola syariat dalam pelaksanaannyael Harakah Vol.14 No.2 Tahun 2012

Moh. Karmin Baruadi305adalah adat. Mengadakan akad nikah atau acara pemberangkatan haji sebagaiaspek syariat, namun diselingi dengan ritual adat. Dalam penyampaiannya,seorang pemimpin adat menggunakan bahasa-bahasa adat yang bernuansaislami seperti terlihat dalam lantunan puisi lisan Gorontalo seperti tuja’i,palebohu, tinilo dan taleningo seperti yang sudah diuraikan di atas. Disinilahkekuatan Islam sehingga bisa diterima secara baik dan mutlak oleh masyarakatGorontalo.Setelah 25 tahun berlangsung, Islam yang diadatkan pada masa SultanAmai, di masa Matolodula Kiki, ada kebijakan baru yang berlaku denganpenambahan satu versi lagi yaitu versi adat yang diislamkan, polanya adatpelaksanaannya syariat Islam. Dengan bertemunya dua versi yang arif ini,maka tahun 1563 di masa Matolodula Kiki, Islam resmi menjadi agama yangdianut seluruh rakyat Gorontalo. Sedangkan versi ketiga melalui rumusan adatbersendi syariat, syariat bersedikan kitabullah, tetap menghormati kebiasaanmasyarakat yang mengawali pemikiran slogan ini dan melahirkan Islam yangkaffah.b. Nilai kejujuranTerlihat dalam versi Islam diadatkan antara lain tentang pelaksanaanakad pernikahan, ada ketentuan tentang bahasa ijab kabul, wali dan pengantinlaki-laki. Wali dan pengantin laki-laki menggunakan bahasa adat dengan kataganti “engkau dan aku”. Maksud bahasa adat ini adalah agar pelaksanaan akaditu tidak ada lagi yang bersifat rahasia, akad diucapkan oleh kedua belah pihaksecara jujur dan bertanggung jawab, dan akad dengan ijab kabulnya

pernikahan, penobatan dan penyambutan pejabat, pemakaman, penggun-tingan rambut serta pembeatan; (2) Tradisi yang berhubungan dengan kesenian yang menyangkut zikir (diikili), burdah (buruda), dana-dana dan zamrah; (3) Tradisi yang berhubungan dengan gerak atau olahraga, tarian seperti la